DNN, Jakarta | TULISAN ini saya susun persis tanggal 13 Mei 2020, memperingati dua bulan Doni Monardo duduk di kursi komando Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Perlu waktu khusus untuk menyusun tulisan ini. Karena itu, hari ini baru tiba di tangan Anda pembaca.
Jika tulisan ini berisi evaluasi kinerja Doni Monardo, jatuhnya akan menjadi subjektif dan serius. Subjektif, karena saya menjadi bagian dari komando yang dia pimpin.
Serius karena tulisan evaluatif harus melalui kegiatan setengah riset.
Di samping, tidak pada tempatnya sebuah evaluasi diluncurkan di saat “pertempuran” tengah berlangsung.
Jika tulisan ini berisi agenda selama dua bulan menjabat Ketua Gugus Tugas Covid-19, lantas apa bedanya dengan jadwal kegiatan rutin? Tinggal minta catatannya kepada Kolonel Budi Irawan, Koorspri Ka BNPB maka lengkaplah point-point kegiatan Doni Monardo dua bulan terakhir. Ada ratusan aktivitas yang tercatat secara detail.
Menarik justru kalau kita melihat dari sisi terdekat. Dekat secara emosional, maupun dekat secara jarak.
Bukankah, itu yang ada dalam benak setiap orang jika melihat kiprah Doni Monardo? Kebetulan dalam banyak kegiatan, saya bagian sebagai pelaku sekaligus saksi mata.
“Tolong, pak Doni di-make-up dulu sebelum tampil di TV. Saya kasihan melihatnya. Wajahnya lelah, kecapean”. Itu salah satu pesan WhatsApp yang pernah saya terima.
Artinya, berada pada sentral perhatian bangsa sebagai Komandan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, memang setiap gerak, setiap penampilan, selalu menjadi sorotan.
Untuk kesehatan, tanpa bermaksud mengesampingkan perhatian masyarakat, tetapi Doni Monardo adalah seorang jenderal bintang tiga aktif. Pola hidupnya adalah pola hidup prajurit. Begitu teratur, sesibuk apa pun aktivitasnya.
Enam-puluh hari, telah ia lalui dengan tidur di kantor. Selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu ia dedikasikan segenap waktu, tenaga, dan pikiran untuk memerangi Covid-19.
Setiap hari pula, tak kurang dari lima sampai delapan kegiatan dikerjakan.
Mulai dari rapat terbatas secara virtual dengan Presiden Joko Widodo dan pejabat terkait lain, rapat internal, menerima para tamu, mengkoordinasikan program Gugus Tugas, tanda tangan surat dan, wow … membalas satu persatu pesan masuk di hapenya.
Itu artinya, praktis selama 60 hari, sebagian besar waktunya dihabiskan di kantor.
Ia bekerja mulai jam berapa saja, dan selesai jam berapa saja. Dan jangan sekali-kali bertanya, “Sekarang hari apa ya?”
Jangan.
Sebab, itu pertanyaan khas milik Doni Monardo kepada orang-orang terdekatnya.
Lupa hari, bukan berarti lupa persoalan penting lain. Jika Anda kenal Doni Monardo, atau setidaknya kenal dengan orang yang dekat dengan Doni Monardo, tentu mahfum, bahwa ia termasuk pemilik daya ingat di atas rata-rata.
Ia dianugerahi daya ingat yang luar biasa (tapi bukan untuk mengingat-ingat sekarang hari apa).
Contoh, tentang jumlah atau angka. Kebanyakan staf akan lupa atau hanya menduga-duga dan mengira-ira.
Tapi Doni bisa menyebut dengan pasti, berapa jumlah (misal) APD yang dikirim ke Jawa Barat. Berapa luas lahan gambut yang terbakar tahun 2109.
Berapa kg rendang yang dikirim dari Padang ke Palu untuk korban banjir bandang dan lainnya. Selain itu, ia ingat betul peristiwa-peristiwa penting, seperti misalnya tanggal berapa, bulan apa, dan di mana ia bertemu siapa dan membahas apa.
Begitulah, Doni Monardo selalu bekerja dan bekerja, dan hanya berhenti ketika rebah terlelap di tempat tidur.
Jam istirahat Doni selama 60 hari terakhir, antara tiga sampai empat jam sehari. Betapa tidak. Pukul 00.00 tengah malam, terkadang ia masih bekerja.
Bahkan, pukul 01.00 ia masih bergumam, “Waduh…
masih ada ratusan WA yang belum terbaca nih .”
Memasuki dan selama Ramadhan, kurang dari 4 jam kemudian dia sudah bangun untuk makan sahur. Nanti, selesai sholat shubuh ia lanjutkan memejamkan mata barang satu-dua jam lagi.
(A. Sunandar)
mantab