
DNN, Jakarta | Apa benar Jokowi butuh Citra Baru? Seperti badai yang tak pernah reda, Jokowi adalah presiden Indonesia yang tak pernah sepi dari caci maki, hujatan dan rasa iri yg merasuki sumsum tulang para oposisi, para pencari rezeki dengan cara tak lazim.
Kalau lapisan bawah yang mulutnya muncrat tak beradab itu hanya ikut-ikutan, jadi gak perlu diopeni karena akan hilang sesuai waktu dan kebutuhan, kelas ini hanya kelas jaran kepang, kerasukan, makan beling lalu bubar seusai waktu pertunjukan.
Keberisikan kelas atas sebenarnya yang lebih memperihatinkan, karena mereka berpendidikan, publik figur, dan serentetan gelar, bahkan ada yang bekas presiden dan wapres.
Kalau saat bertanding dalam kancah politik sudah biasa saling serang walau kadang diluar norma manusia.
Tapi setelahnya mereka terus kesetanan tanpa jeda. Bahkan saat Ibunda Jokowi meninggal terus dihantam hujatan.
Belum selesai urusan pemakaman, sekarang di tengah wabah yang menyerang Indonesia mereka seakan tak mau kalah dari virus, eksistensinya mau terus ada sebagai pelanggar norma kemanusiaan yang berpenampilan sebagai pemegang hak kebenaran, padahal hatinya bau busuk tak karuan.
Ada yang menyampaikan ide jebakan, mengeritik kebijakan, kemasan bantuan saja mereka persoalkan.
Bahkan ijazah Jokowi yang dua kali jadi wali kota, satu kali jadi gubernur dan dua kali jadi presiden masih di pertanyakan, dibilang gila ya masih pulang kerumah, tolol kok pernah jadi komut, lha ada juga budayawan yang terus berisik mengeritik tapi dirinya sendiri banyak bintik-bintik tak apik. Hik hik.
Pertanyaannya, itu manusia yang merasa dirinya dewa pernah buat apa untuk Indonesia. Sekarang lagi ada wabah saja, beras sebutir tak mereka bagi.
Gitu kok nyindir Jokowi.
Kalau mereka punya kaca yang masih bagus mestinya mereka malu berkaca untuk sekedar melihat sorot matanya yang tak pernah jujur pada dirinya.
Jokowi itu sudah seperti sufi, dicaci maki, dia diam, dikasi jabatan dia jalankan amanahnya, kalau dia kemaruk sudah seperti apa hartanya contohnya kan ada, perutnya gendut, bekasnya carut marut.
Coba tanya laporan SPTnya berapa hartanya dan dari mana.
Negeri ini serpihan sorga yg di sayang Tuhan, makanya diberikan utk kita seorang pemimpin yg damai hatinya, tenang tindakannya, proporsional keputusannya.
Andai bukan dia, sudah jadi apa negeri ini.
Kesimpulan kita, bahwa orang-orang yg terus mencari sensasi dgn terus menyerang Jokowi dapat dipastikan DNA nya pencuri.
Tulisan ini bukan untuk menjelaskan kepada kaum kerasukan, kita tak perlu agar mereka memberi kebaikan karena hidup mereka penuh kepalsuan.
Kita hanya terus butuh penguatan, bahwa kita masih menjalani kebenaran bersama Jokowi dalam menjaga negeri ini.
Jokowi tak butuh pencitraan, dia berjalan apa adanya, penikmat musik metal ini tak perlu buat lagu dan rekaman, tak pernah menjawab makian.
Dia fokus bekerja sesuai amanahnya.
Kita sebenarnya gamang saat kelak dia tak lagi memimpin negeri ini.
Apakah dia menyiapkan pengganti, atau ada yang siap mengganti, karena bau amis para pencuri terus mengelilingi dan siap menerkam dengan niat balas dendam.
Saat itulah jiwa kita bisa keram, karena Indonesia bisa karam. (*)
0 Comments