Senin (11/5/2020) pada 09.00 WIB, harga emas dunia di pasar spot menguat 0,54% ke US$ 1.709,89/troy ons. Jika diperhatikan, harga emas memasuki bulan Mei cenderung lebih stabil bergerak di rentang US$ 1.685 – US$ 1.710 per troy ons. Ini merupakan rentang level harga tertinggi bullion dalam 7,5 tahun terakhir.
Seiring dengan penurunan kasus yang terjadi di berbagai belahan dunia, banyak negara yang sudah mulai melonggarkan pembatasan sosialnya dan mulai memacu roda perekonomiannya berputar lebih cepat.
Namun mengingat belum ada vaksin yang bisa menjamin orang-orang ‘kebal’ dari virus corona membuat kekhawatiran akan gelombang kedua wabah muncul ketika ekonomi kembali dibuka.
Kekhawatiran tersebut pun mulai terlihat dari data perkembangan terbaru kasus Covid-19 yang mulai meningkat di beberapa negara. Di Amerika Serikat (AS) misalnya. Sejak awal Mei Paman Sam telah memperbolehkan beberapa wilayah mulai membuka kembali pertokoan seperti di Texas.
Ternyata laju penambahan pasien baru di AS sedikit meningkat selepas pelonggaran social distancing. Sejak 5-8 Mei, Tim Riset CNBC Indonesia mencatat terjadi kenaikan kasus baru berturut-turut sebesar 1,66%, 1,9%, 2,12%, dan 2,38%.
Kenaikan kasus tak hanya terjadi di AS, di beberapa negara lain juga ada kekhawatiran serupa. Di Korea Selatan, kasus corona agak meningkat karena penyebaran di sebuah klub malam yang menyebabkan 34 orang terinfeksi. Ini terjadi usai pemerintah Negeri Ginseng melonggarkan aturan pembatasan sosialnya.
Sementara di Kota Wuhan (China) yang merupakan ground zero penyebaran virus corona, terdapat satu pasien lagi setelah belum lama ini ibu kota Provinsi Hubei itu dinyatakan bebas corona. Pasien baru itu tidak menunjukkan gejala (asimptomatik).
Reuters melaporkan, pihak berwenang China juga sudah mewanti-wanti akan kemungkinan terjadinya second wave outbreak. Kali ini yang disorot adalah salah satu kota di Provinsi Jilin Timur Laut China yang direklasifikasi menjadi zona merah alias berisiko tinggi.
Selagi vaksin dan pengobatan yang efektif belum ditemukan, maka ancaman untuk terjadinya gelombang kedua wabah memang masih ada. Jika lengah dalam melakukan pelonggaran pembatasan sosial, musuh tak kasat mata bisa sewaktu-waktu kembali menyerang.
Dampak ke perekonomian pun bisa menjadi lebih fatal. Ini yang jadi faktor pemicu mengapa harga emas ogah-ogahan melorot jauh meninggalkan level tertinggi 7,5 tahun. Masih ada risiko yang membayangi perekonomian.
Emas merupakan salah satu aset safe haven yang diburu saat ekonomi sedang tidak berada dalam kondisi prima. Apalagi ditambah dengan banjir stimulus dari pemerintah dan bank sentral global membuat emas menjadi semakin dilirik investor sehingga harganya cenderung kokoh di level tertingginya seperti saat ini.
Di sisi lain risiko kembali meletupnya perang dagang antara Washington-Beijing juga masih menjadi faktor yang dicermati investor. Kepala Dana Moneter Internasional (IMF) mengisyaratkan kemungkinan terjadinya revisi turun kontraksi ekonomi global dan mengingatkan AS-China agar tak menyalakan lagi api perang dagang. Sentimen ini juga membuat emas menjadi punya alasan untuk tetap bertahan.
(Zho – CNBC Indonesia)
0 Comments