DNN, Artikel | Di negara yang kita cintai ini, yaitu Indonesia ada banyak Sub-suku dan etnis, yang mana masing-masing mempunyai ribuan unsur-unsur kebudayaan, adat dan tradisi.
Akan tetapi pada saat ini invasi terhadap ketahanan dan kedaulatan negara dari sisi adat dan budaya, sebagai jati diri bangsa kurang mendapatkan perhatian yang lebih serius.
Tak urung juga untuk mengurangi kewaspadaan atau berantisipasi terhadap invasi ideologi agama maupun budaya nya.
Bisa kita lihat dari semua modus invasi yang ada adalah, invasi ideologi dan budaya nya melalui doktrin agama.
Merupakan cara yang paling efektif dan mematikan untuk melumpuhkan kemajemukan sebuah bangsa yang plularis.
Karena invasi melalui ideologi agama dan budaya nya dapat menjadi ancaman kepribadian bangsa, yang pada akhirnya membuat bangsa kita kehilangan jati diri dan identitas sebagai sebuah bangsa yang besar, yaitu bangsa Indonesia.
Hal seperti itulah yang sangat dikhawatirkan oleh Founding Father bangsa Indonesia Ir Soekarno, dimana melalui pernyataan yang tegas beliau dengan lantang berpidato menjawab tantangan itu:
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air.
“Kalau jadi Hindu jangan jadi orang India, kalau jadi orang Islam jangan jadi orang Arab, kalau Kristen jangan jadi orang Yahudi, tetaplah jadi orang Indonesia dengan adat-budaya nusantara yang kaya raya ini”
“Ingat wahai saudara-soudara, musuh yang paling terberat itu adalah bangsa itu sendiri. Rakyat yang mabuk akan budaya luar, yang kecanduan Agama, yang rela membunuh bangsa nya sendiri, demi menegakan budaya asing.
Janganlah mau diperbudak oleh semua itu, tetaplah bersatu padu membangun negri ini tanpa pertumpahan darah”.
Dalam hal ini beliau ingin menyampaikan bahwa bila memeluk agama apapun, jangan pernah menanggalkan dan meninggalkan identitas kita sebagai bangsa Indonesia.
Karena sesungguhnya hanya dengan identitas bangsa yang jelas kita dapat mendeklarasikan karakter dan jati diri kita sebagai sebuah bangsa yang majemuk.
Kesadaran untuk menjadi bangsa yang majemuk dan inklusif, telah tumbuh dan berkembang jauh sebelum Indonesia merdeka.
Karena negara ini bukanlah negara agama, akan tetapi berdasarkan Panca Sila.
Jadi sudah selayaknya negara dan ruang publik diselenggarakan melalui sendi-sendi yang obyektif, bukan berdasarkan subyektifitas yang mengakibatkan keterpecah-pecahan masyarakat.
Disamping hal itu akan menjadi ujian seberapa kuat ketahanan bangsa Indonesia menghadapi invasi ideologi agama dan budayanya.
Karena ketahanan negara yang prima akan membuat bangsa Indonesia terhindar dari perang saudara yang berpotensi merobek keutuhan bangsa dan negara.
Founding Father Ir. Soekarno telah membuat fondasi kokoh tentang NKRI.
Tergantung kita yang meneruskan bangunan ini. Ingin kokoh ataupun rapuh. Kokoh, artinya kita semua bertahan dalam kedamaian.
Rapuh, maka bingkainya retak dan kita tercerai berai. Bukan tercerai damai namun hanyut dalam lelehan api angkara.
Tak ada yang tersisa selain tangis pilu. Indonesia adalah segenap tumpah darah yang ada didalamnya. Kepentingan besar Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa secara menyeluruh tanpa sekat pemisah sesuai amanat UUD 45. Itu pun jika bangsanya mau.
Mungkin masih terang dalam ingatan mereka yang mengalami pada jamannya, ketika presiden Soekarno berupaya menghalau budaya barat dengan melarang kehadiran group musik The Beatles yang memiliki trend berbusana yang unik, yang pada saat itu berpotensi menginspirasi hampir seluruh generasi muda khususnya di perkotaan.
Kesadaran kolektif untuk tidak tenggelam oleh invasi budaya barat, menjadikan mereka berhasil menghalaunya, dan membuat generasi muda yang ada pada saat itu tidak kebarat-baratan.
Namun akankah saat ini bangsa Indonesia mampu mempertahankan jatidirinya, jika invasi budaya dilakukan melalui doktrin ataupun dogma agama?
(Dewa Aruna)
0 Comments